BABI DALAM VAKSIN


Penggunaan asam amino binatang babi dalam vaksin bukanlah berita yang baru. Bahkan kaum Muslim dan Yahudi banyak yang menentang hal ini karena babi memang diharamkan, seperti tertuang dalam Al Qur’an ayat berikut,
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.” QS. Al-Maidah (5) ayat 3
Bahkan dalam Perjanjian Lama (Taurat) juga disebutkan,
Jangan makan babi. Binatang itu haram karena walaupun kukunya terbelah, ia tidak memamah biak. Dagingnya tidak boleh dimakan dan bangkainya pun tak boleh disentuh karena binatang itu haram.” Imamat 11 : 7-8
Lalu, mengapa sebenarnya Allah mengharamkan babi? Inilah beberapa alasan mengapa babi diharamkan.
Alasan pertama ialah karena asam amino pada manusia hanya sedikit perbedaannya dengan asam amino pada babi. Asam amino adalah salah satu penyusun protein pada makhluk hidup. Jika kita melihat insulin pada manusia dan babi, maka hanya akan terpaut satu daripada babi. Berikut penjelasannya,
Insulin manusia : C256H381N65O76S6 MW=5807,7
Insulin babi : C257H383N65O77S6 MW=5777,6
Penjelasan : hanya 1 asam amino berbeda

Insulin manusia : C256H381N65O76S6 MW=5807,7
Insulin sapi : C254H377N65O75S6 MW=5733,6
Penjelasan : ada 3 asam amino berbeda
Para produsen vaksin mengatakan, bahwa jika menggunakan asam amino babi, maka mereka tidak memerlukan banyak proses penelitian lagi karena hanya terpaut satu asam amino. Berbeda dengan sapi yang terpaut 3 asam amino.
“Secara chemisty, DNA manusia dan babi hanya beda 3 persen. Aplikasi teknologi transgenetika membuat organ penyusun tubuh babi akan semakin mirip dengan manusia.”
~ Dr. Muladno, ahli genetika molekuler di Fakultas Peternakan IPB
Sayangnya, mereka lupa jika asam amino yang terdapat pada babi hampir identik dengan asam amino pada manusia. Ini berarti sama saja dengan memakan daging manusia (kanibal), padahal telah jelas bahwa kanibal dapat menyebabkan penyakit-penyakit genetik yang tidak bisa disembuhkan, termasuk penyakit syaraf  dan lain-lain.
Selain itu, alasan kedua mengapa babi diharamkan ialah karena sifat babi yang buruk dapat menurun pada manusia yang memakannya.
Seorang imam muslim bersama kawannya orang barat pernah melakukan tes pada 3 ekor babi dan 3 ekor ayam, masing masing adalah 2 jantan dan 1 betina. Dan hasilnya, ketika 2 ekor ayam jantan dan 1 ayam betina dilepas, maka 2 ayam jantan tersebut bertarung hingga satu tewas untuk merebutkan betina. Namun, apa yang terjadi ketika 2 ekor babi jantan dan 1 ekor babi betina dilepas? ternyata babi jantan yang satu membantu yang lain untuk melaksanakan hajat seksualnya pada si betina.
Dan sang imam berkata, “Inilah ! Daging babi itu membunuh ‘ghirah’ (rasa cemburu) orang yang memakannya dan ini terjadi pada kaum kalian.”
Beberapa penelitian di barat juga banyak yang menyatakan bahwa memakan babi dapat mempengaruhi watak, risiko perselingkuhan, dan hasrat seksual yang melebihi ambang batas kewajaran sebagai manusia.
Kemudian, alasan ketiga adalah karena tubuh babi dapat mengubah virus jinak menjadi ganas.
Babi memiliki berbagai reseptor dalam tubuhnya yang dapat menjadikan virus jinak yang masuk ke dalam tubuh babi kemudian keluar dalam keadaan ganas.  Di antara reseptor yang sangat dikenal para ilmuwan adalah reseptor alfa 2,6 sialic acid untuk mengikat influenza manusia dan 2,3 sialic acid untuk mengikat virus influenza unggas. Virus-virus yang terikat ke dalam reseptor tersebut kemudian dapat berubah menjadi ganas. Selain itu reseptor-reseptor itu juga dapat mengikat dua jenis virus yang memiliki sifat yang berbeda, untuk kemudian di mixing menjadi satu virus ganas yang memiliki 2 sifat.
Alasan keempat ialah karena babi mempunyai bibit penyakit dalam tubuhnya.
Dalam tubuh babi terdapat cacing pita yang sangat berbahaya. Cacing pita dapat mengganggu sistem syaraf dan dapat masuk hingga otak manusia. Selain cacing pita, masih banyak penyakit lainnya yang disebabkan oleh babi melalui bakteri, karena kebiasaannya yang senang memakan kotoran. Bahkan kotorannya sendiri.
Di samping alasan-alasan yang telah diungkapkan di atas, masih ada satu alasan lagi mengapa babi diharamkan. Yakni sifat aneh yang dimiliki oleh babi.
Kamal al Din Muhammad ibn Musa al Damiri dalam Kitabul Hayawan Al-Kubra berkata, “Babi mempunyai sifat kembar antara binatang buas dan binatang jinak. Sifatnya yang menyerupai binatang buas adalah karena ia bertaring dan suka makan bangkai, sedangkan sifatnya yang menyerupai binatang jinak ialah karena ia berceracak dan makan rumput serta dedaunan lainnya.
Babi memiliki syahwat yang amat kuat, hingga pada saat ia kawin (bersetubuh), pejantan bertengger di atas betinanya yang berjalan bermil-mil jauhnya. Pejantannya mengejar-ngejar betina demikian kasar hingga terjadi perkelahian yang mungkin menewaskan salah satu atau menewaskan kedua-duanya.
Satu kali mengandung, babi betina dapat melahirkan dua puluh ekor anak. Pejantan mulai kawin bila telah berumur 8 bulan, sedangkan betinanya mulai melahirkan bila telah mencapai umur 6 bulan. Di beberapa negeri, babi kawin pada umur 4 bulan, betinanya mulai bunting setelah dikawini dan akan melahirkan setelah bunting selama enam atau tujuh bulan. Babi betina yang telah mencapai umur 15 tahun tidak dapat beranak. Jenis binatang ini adalah yang paling banyak mempunyai keturunan. Babi jantan merupakan binatang jantan yang paling tahan lama bertengger di atas betinanya (kawin).
Yang mengherankan, jika sebelah matanya dicungkil ia segera mati. Babi memiliki kesamaan dengan manusia, yaitu kulitnya tidak dapat dikelupas kecuali jika dipotong lebih dulu daging yang berada di bawahnya.”
Setelah kita mengetahui alasan mengapa babi diharamkan, lantas adakah imunisasi yang benar menurut islam tanpa harus menggunakan vaksin dari babi? Jawabannya ialah ada! Bahkan Rasulullah sendiri yang mengajarkan dan merekomendasikannya.
Imam Bukhari dalam Shahih-nya men-takhrij hadits dari Asma’ binti Abi Bakr
Dari Asma’ binti Abu Bakr bahwa dirinya ketika sedang mengandung Abdullah ibn Zubair di Mekah mengatakan, “Saya keluar dan aku sempurna hamilku 9 bulan, lalu aku datang ke madinah, aku turun di Quba’ dan aku melahirkan di sana, lalu aku pun mendatangi Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, maka beliau Shalallaahu alaihi wasalam menaruh Abdullah ibn Zubair di dalam kamarnya, lalu beliau Shalallaahu alaihi wasalam meminta kurma lalu mengunyahnya, kemudian beliau Shalallaahu alaihi wasalam memasukkan kurma yang sudah lumat itu ke dalam mulut Abdullah ibn Zubair. Dan itu adalah makanan yang pertama kali masuk ke mulutnya melalui Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, kemudian beliau men-tahnik-nya, lalu beliau Shalallaahu alaihi wasalam pun mendo’akannya dan mendoakan keberkahan kepadanya.
Dalam shahihain -Shahih Bukhari dan Muslim- dari Abu Musa Al-Asy’ariy, “Anakku lahir, lalu aku membawa dan mendatangi Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, lalu beliau Shalallaahu alaihi wasalam memberinya nama Ibrahim dan kemudian men-tahnik-nya dengan kurma.” dalam riwayat Imam Bukhari ada tambahan: “maka beliau SAW mendoakan kebaikan dan mendoakan keberkahan baginya, lalu menyerahkan kembali kepadaku.”
Mayoritas atau bahkan semua bayi membutuhkan zat gula dalam bentuk glukosa seketika setelah lahir, maka memberikan kurma yang sudah dilumat bisa menjauhkan sang bayi dari kekurangan kadar gula yang berlipat-lipat.
Disunnahkannya tahnik kepada bayi adalah obat sekaligus tindakan preventif yang memiliki fungsi penting, dan ini adalah mukjizat kenabian Muhammad SAW secara medis di mana sejarah kemanusiaan tidak pernah mengetahui hal itu sebelumnya. Bahkan, kini manusia tahu bahayanya kekurangan kadar glukosa dalam darah bayi. Sebaiknya tahnik dilakukan oleh orang-orang yang beriman kepada Allah, atau dapat pula dilakukan ayah atau ibu sang bayi.




0 komentar:

Posting Komentar

 
;