Drama Cinderella
Oleh Brigitta
Ini adalah drama Bak Seorang Cinderella..
Drama saya bersama teman-teman saat ujian sekolah SMP dulu…
Diadaptasi dari cerita sebuah komik, yang disadur ulang dan diperbaiki bagian sana-sini yang tak
penting !!!!!!!!
Hahahaha…
Strukturnya anehh!!
Saya tak bisa perbaiki…
Just can serve this!
Penonton : “Aaaah … Bosan ! Liburan begini, enaknya ngapain, ya ? Teman-teman semua pergi
berlibur !”
“Eh…” (tiba-tiba berhenti karena melihat papan pengumuman di depan sebuah
sekolah)
“ ‘Pertunjukan Drama Cinderella dalam Festival Sekolah’ Waaah … kelihatannya
menarik … nonton, ah ! Apalagi cerita Cinderella kan sangat romantis …” (masuk)
BAK SEORANG CINDERELLA
Narator : Zaman dahulu, hiduplah seorang gadis jelita bernama Cinderella.
Karena suatu alasan, kini Cinderella menjalani hari-harinya bersama ibu tiri dan
kakak tirinya. Cinderella adalah gadis yang amat menyayangi kakak tirinya. Dan
dengan kelembutan hatinya, Cinderella menjalani hari demi hari dengan penuh
ketabahan.
Ibu tiri : “Cinderella! (datang bersama kakak tiri) Cinderella! Kamu ada di mana!?”
“Cinderella! Apa gaun yang kusuruh itu sudah selesai !? Pesta dansa di istana akan
mulai nanti malam !!”
Cinderella : “Aku ada di sini …” (minum teh dengan santainya)
Ibu tiri : “Kenapa kamu malahan santai-santai minum teh di situ !!?”
Kakak tiri : “I … Ibunda…”
Ibu tiri : “Karena sekarang kamu sudah berani bersantai, berarti gaunnya sudah jadi, kan !?”
Cinderella : “Mana mungkin amatiran bisa langsung membuat gaun yang indah … Kalau
memang sudah siap jadi bahan tertawaan silakan saja pakai gaun itu. Aku nggak
keberatan kok …”
Ibu tiri : “Siapa yang akan jadi bahan tertawaan ?!! Ceritanya nggak begitu tahu !!!” (terlalu
jengkel dengan sikap Cinderella)
Cinderella : “Sudahlah. Kakanda, bagaimana kalau Kakanda ikut minum teh sama-sama ?”
Kakak tiri : “A … apa boleh saya ikut ?”
Ibu tiri : “Belajar darimana sikap kurang ajar seperti itu ?!!”
Penonton : “Hebat benar Cinderella ini …”
Narator : Malam ini ada pesta dansa istana. Dari gosip yang beredar, kabarnya Sang
Pangeran akan mencari calon istrinya lewat pesta dansa kali ini.
Demi mendapatkan hidup mewah yang berkelimpahan, sang Ibu tiri ingin memoles
putrinya sedemikian rupa untuk memikat hati Sang Pangeran.
Ibu tiri : “Kalau kau ingin kakak tersayangmu kembali padamu, cepat selesaikan gaun yang
kusuruh !!!” (pergi membawa kakak tiri).
Kakak tiri : “Eeeeh …. !!!!”
Cinderella : “Kakanda …”
“Kenapa bisa begini ? Gara-gara seorang pangeran yang entah dari mana
mengadakan pesta dansa … kekejaman pangeran itu tak bisa diampuni …”
Narator : Sepertinya dalam hati Cinderella pun mulai tumbuh perasaan cinta terhadap
Pangeran yang bahkan belum pernah ditemuinya itu …
Penonton : “Na…naratornya salah pengertian…”
Cinderella : “Kalau kejadiannya sudah begini, aku juga akan menyusup ke sana … aaah …
Tapi, sebelumnya aku harus menyelesaikan gaunnya terlebih dahulu …”
“Duuuh … bagaimana yaaa ?”
“Tenangkan diri dulu, ah, dengan secangkir teh ini …”
(kembali duduk santai sambil minum teh)
Peri : “Jangan cemas.”(tiba-tiba muncul)
“Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan lagi, Cinderella.”
Narator : Cahaya gemerlapan pun muncul …
Peri : “A … anu … aku ini penyihir …”
“Duuh … mataku silau nih …” (bergumam lirih)
Cinderella : “Isi omonganmu nggak sebanding dengan cara memperkenalkan diri yang seperti
orang bodoh itu …”
Penonton : “A … apa-apaan cerita ini ?”
Peri : “…”
“Jangan putus asa Cinderella yang baik hati … Malam ini, aku akan mewujudkan
apapun yang kau inginkan.”
Penonton : “Peri yang sabar …”’
Cinderella : “Wah, menyenangkan sekali.”
“Aku ingin kau membakar istana tempat pesta dansa berlangsung hingga lebur jadi
abu …”
Peri : “Itu sih perbuatan kriminal … coba buatlah permohonan yang lebih lembut dan tulus.”
Cinderella : “Tulus …” (bergumam lirih sambil berpikir)
“Aku ingin makan bakso …”
Peri : “Bukan begitu maksudku …”
Ibu tiri : “Cinderella !!” (datang tiba-tiba bersama kakak tiri)
Cinderella : “Aduh, gawat … ibu tiri sudah …”
Ibu tiri : “Ayo cepat !! Gaunnya sudah jadi kan !?”
(tiba-tiba di depan mereka muncul 2 gaun yang indah)
“Waaah …”
“Tuh kan sudah jadi …”
Cinderella : “Oh …”
Ibu tiri : “Ini benar kau yang buat ?”
Cinderella : “Itu …”
Kakak tiri : “Cinderella ! Hebat sekali ! Kamu benar-benar hebat ! Bisa membuat gaun-gaun
seindah ini sendirian !!”
Cinderella : “Senangnya … Aku senang sekali Kakanda berkenan menyukai GAUN BUATANKU”
Penonton : “Langsung diakui sebagai buatannya sendiri …”
Ibu tiri : “Sudahlah ! Kami akan pergi dengan mengenakan gaun ini !” (menarik kakanda dan
pergi)
Kakak tiri : “Anuuu … bagaimana dengan Cinderella …?”
Ibu tiri : “Dia harus jaga rumah !!”
Kakak tiri : “Tapi … itu kan …”
Cinderella : “GOOD JOB, wahai penyihir …”
Peri : “Syukurlah kalau kamu suka.”
“Cinderella, kali ini giliranmu. Nah, ucapkan permohonanmu …”
Cinderella : (berpikir sejenak) “Bakso.”
Peri : (menyela) “Ooh … kamu ingin kereta kuda dari labu untuk mengantarmu pergi ke
Istana tempat pesta dansa dilangsungkan, ya ?”
“Ayo siapkan semuanya.”
Penonton : “…”
Narator : Singkat cerita, sang penyihir mempersiapkan Cinderella untuk menghadiri pesta
dansa.
Nah, pada saat yang bersamaan, pesta dansa di istana sedang berlangsung dengan
meriahnya. Hanya seorang saja, Sang Pangeran, yang memasang wajah cemberut.
Pangeran : “Hmmmph…”
Sahabat : “Buat apa kamu menekuk wajah begitu ? Ini kan pesta dansa yang diadakan
untukmu ! Cepatlah ajak seorang gadis untuk menemanimu berdansa !”
Pangeran : “Berisik, ah ! Aku nggak minat ! Kamu aja yang pergi sendiri !!”
Sahabat : “Kamu begitu terus, sih ! Makanya sampai sekarang kamu masih tetap perjaka …”
Pangeran : “Apa ?! Kenapa kamu bisa sampai segitu nggak punya malu, hah !!?”
“Kalau memang kamu mau, lakukan saja sesukamu !!!” (marah).
Sahabat : “Padahal aku sudah mengkhawatirkanmu ! Tapi apa balasannya ? Seharusnya kamu
belajar lebih banyak keramahtamahan !!”
Narator` : Sahabat Sang Pangeran sudah mencoba membujuknya untuk ikut berdansa,
tapi tanpa hasil …
Sang Pangeran menolak ajakan siapapun yang mengajaknya berdansa.
Gadis 1 : “Tuanku, berdansalah dengan hamba …”
Pangeran : “Nggak mau …”
Gadis 2 : “Tuanku, berdansalah dengan hamba …”
Penonton : “Tidak, dengan hamba saja, Pangeran …”
Pangeran : “Aku menolak ! Ajak saja orang lain …”
Kakak tiri : “Tuanku …”
Pangeran : “Sudah kubilang aku nggak akan dansa !! Ngerti nggak …”
Kakak tiri : “Ah … Baiklah … Maafkan hamba …”
Pangeran : “Tunggu !!” (merasa terpesona dengan kakak tiri)
Penonton : “Pa … Pangerannya terpesona dengan kakak tiri ?”
Narator : Tentu saja, ajakan kakak tiri untuk berdansa pun ditolak Sang Pangeran dengan
kata-kata yang dingin …
Pangeran : “Ee…”
Narator : “DITOLAK DENGAN DINGIN”
Pangeran : “…” (lesu)
“Aku … kenapa aku mau-maunya melakukan hal seperti ini, ya ?” (lirih)
Penonton : “Kasihan sekali Pangeran ini …”
Narator : Bertolak belakang dengan kemeriahan pesta dansa, Sang Pangeran terlihat sangat
muram…
Tak berapa lama, tibalah Cinderella di istana …
Cinderella : “Tempat pesta dansa itu … benar di sini, ya ?”
Kakak tiri : “Waaah … Gadis yang sangat cantik …”
Penonton : “Hitam banget !! Cinderellanya pakai gaun hitam !!”
Sahabat : “Hei , itu ada gadis cantik yang baru datang. Coba kau ajak dia berdansa.”
Pangeran : “Nggak mau …”
Narator : Pangeran yang jatuh cinta pada pandangan pertama saat melihat Cinderella yang
jelita, segera mengajaknya berdansa tanpa buang-buang waktu lagi …
Pangeran : “Kenapa bisa begitu !!?” (mendelik ke arah narator)
Narator : Kalau kubilang mengajak dansa, kamu memang harus mengajaknya dansa !! Ayo
cepat jalan !!
Penonton : Pangeran ! Fight !
Cinderella : “Waah .. bakso …” (sambil memperhatikan makanan-makanan yang tersedia di meja
Hidangan dan mulai mengambil sendok bersiap-siap untuk memakannya).
Pangeran : “Hei !” (datang menghampiri Cinderella). “Ayo dansa denganku !”
(hening sejenak)
Cinderella : “..OH.” (kembali meneruskan makannya)
Penonton : “A…apa ?!”
Pangeran : “Fuuh … Ditolak tuh …” (kembali ke tempat sahabatnya …)
Sahabat : “Kenapa kamu malahan lega begitu ?!”
Narator : Tuanku , cobalah sekali lagi .
Pangeran : “Kalau nggak ngerti perasaan orang, jangan ngomong seenaknya dong !!”
(jengkel karena diperintah terus)
Sahabat : “Berisik ! Ayo cepat pergi sana !!”
Narator : Tuanku, yang rileks … lalu sapalah dia sekali lagi …
Pangeran : “Kenapa aku mesti diberi nasihat begitu segala ? Lagian … kau kan narator !!
Mana ada narator yang masuk dalam cerita ?”
(kemudian pergi menghampiri Cinderella)
“Oi , a … a …”
Cinderella : “Lagi sibuk.”
Pangeran : “Memangnya kau datang ke sini cuma untuk makan ?”
Cinderella : “Apa ? Ada perlu apa ?”
Pangeran : “Ma … mau ngobrol dengan aku, nggak … ?”
Cinderella : “Ngobrol ? … boleh saja .”
“Gelombang aura mistis hari ini nggak terlalu kuat, bikin perasaan jadi nggak enak.”
Pangeran : “Tolong, dong .. Pilih topik pembicaraan lain yang bisa kuikuti …”
(menyesal mengajak ngobrol)
Narator : GOOONG … suara jam menunjukkan pukul 12 malam.
Penonton : “Wah, saat yang ditungu-tunggu !!! Inilah saat yang paling romantis !”
Cinderella : “Wah, gawat … aku harus segera kembali …”
Pangeran : “Yess !!” (lirih)
Cinderella : (melepas sandal jepit dan memberikannya pada pangeran)
“Nah, sudah kuserahkan ya ..” (sambil berlalu)
Pangeran : “Nggak seharusnya aku ngomong begini, sih … tapi, caramu tadi benar-benar tawar
dan tanpa perasaan …”
Penonton : “Bo … Bohong kan … Bukankah seharusnya sepatu kaca ? Kenapa malah sandal
jepit !?”
Narator : Bersamaan dengan hilangnya gema dentang kedua belas, maka sihir yang
melingkupi Cinderella pun akan hilang.
Cinderella : “Padahal aku masih ingin makan bakso sedikit lagi ..”
Narrator : Dengan hati pedih Cinderella terpaksa pergi meninggalkan sang Pangeran …
Dengan meninggalkan satu dari sepasang sandal jepit yang dikenakannya.
Sahabat : “Nih … Pakai ini sebagai petunjuk untuk menemukannya.” (sambil menyerahkan
sepatu kaca Cinderella)
Pangeran : “Hah !? Sudahlah, hal itu … Aku nggak begitu peduli kok.”
Sahabat : (PLAK !! Sang sahabat menampar pangeran)
“Mumpung ada kesempatan untuk bisa bertemu kembali, kenapa kamu malah
menyia-nyiakannya, hah !? Dengan sikap begitu kau masih menganggap dirimu
laki-laki ??!!”
Pangeran : “Oi …”
Sahabat : “Kalau kamu begitu, bagaimana dengan mereka-mereka yang ingin bertemu, tapi
tetap ga bisa bertemu !!?”
“CEPAT TEMUI DIA !!” (semangat berkobar)
Penonton : “E…eeh…” (kaget)
Pangeran : “Ngomong sama siapa, sih ?”
Narator : Benar, akhirnya Sang Pangeran menyadari satu hal yang penting.
Aaaah … aku ingin bertemu lagi dengan gadis jelita itu ~ begitulah jeritan hati sang
Pangeran.
Pangeran : “Memangnya kapan aku ngomong ingin ketemu lagi !?”
Narator : Kemudian sang Pangeran menghabiskan hari-harinya menjelajahi kota demi kota
untuk mencari gadis yang bisa mengenakan sepatu kaca yang kini ada di tangannya
sebab Sang Pangeran berpikir, gadis yang kakinya pas dengan sandal jepit itulah
sang pujaan hatinya.
Dan akhirnya tibalah Sang Pangeran di rumah Cinderella.
Kakak tiri : “Ini bukan sandal saya …” (mencoba sandal jepit)
Pangeran : “Apa di rumah ini nggak ada gadis yang lain ?” (bosan)
Ibu tiri : “O ho… ho… di sini bahkan tidak ada seekor tikus pun.”
Pangeran : “Oh ya ? Baiklah … Ayo pulang sekarang !”
Kakak tiri : “Mohon tunggu sebentar … masih ada seorang lagi, namanya Cinderella …”
Pangeran : “Jangan ngomong hal-hal yang nggak diminta dong !” (kesal)
Kakak tiri : “Tapi … anuu …”
Narator : Ah ! Tunggu dulu, Pangeran !! Kalimat yang tadi memang sudah benar …
Cinderella : “Jangan bertindak kasar di sini …”
(datang sambil membawa makanan)
“Aku nggak akan memaafkan siapa pun yang menyakiti Kakanda.”
Kakak tiri : “Cinderella…”
Penonton : “Sombong benar, sih Cinderella yang satu ini ! Mana dia keluar sambil membawa
makanan yang nggak jelas …”
Pangeran : “Kali ini apa lagi, Narator ?”
Narator : Mmm…
Cinderella : “Sudah waktunya kau datang kemari, Pangeran. Sepatu yang kau bawa itu memang
benar sepatu yang kutinggalkan di malam pesta dansa waktu itu. Nah, sekarang
cepat kembalikan padaku.”
Pangeran : “Apa kau bilang ? Sepatu !? Yang benar saja… !”
Cinderella : “Aku sudah mengerti apa alasan yang membawa langkahmu kemari …”
“Kamu datang untuk melamar Kakanda kan?”
Pangeran : “Eh … Kenapa kok … Kamu itu bodoh atau gimana sih !? Kenapa juga aku harus
me … melamar dia segala !?” (malu)
Kakak tiri : “A … anu …”
Pangeran : “Bukan !! Aku bukan mau …”
Cinderella : “Kalau begitu … jangan-jangan untuk melamarku ? Wah, ini benar-benar mimpi
buruk.”
Pangeran : “Bagiku sudah bukan mimpi buruk lagi !! Neraka tahu !! Neraka !!!”
Cinderella : “Kamu itu … Sebenarnya kamu itu mau apa, sih ?”
Pangeran : “Kamu juga … Memangnya kamu sendiri mau apa !?”
Peri : (tiba-tiba muncul) “Sudah kudengar seluruhnya.”
Pangeran : “GYAAA…!!” (kaget)
Penonton : “Tuan Peri …. Akhirnya muncul …”
Cinderella : “Akhirnya kau datang juga, pelayan setiaku.”
Peri : “Aku bukan pelayanmu, tapi aku mengerti betul bahwa rencana pernikahanmu
dengan Pangeran nggak bisa berjalan mulus. Makanya, sekali lagi, aku ingin
mendengar apa yang kau minta. Aku ingin tahu permohonanmu yang sebenarnya.”
Cinderella : “Aku ingin membuka usaha kedai bakso bersama kakanda.”
Penonton : “Sampai saat-saat terakhir yang diurusinya cuma soal makanan ?”
Peri : “Kalau begitu, Tuanku Pangeran harus menjadi pendukung usaha itu.”
Pangeran : “Bukannya kamu yang seharusnya mengabulkan permohonannya ?”
Peri : “Tuanku Pangeran, saya kan tadi bilang cuma mau mendengarkan, bukan
mengabulkan.”
Narator : Dengan kejadian ini, Cinderella menjalani jalan hidup yang berbeda dengan Sang
Pangeran. Kedai bakso yang dikelolanya pun menangguk keuntungan yang berlipat
ganda. Cinderella yang telah membuktikan bahwa seorang gadis dapat tegar
bertahan hidup tanpa bergantung pada sebuah perkawinan, hidup dengan bahagia
untuk selama-lamanya.
Penonton : “Ja…. Jadi … ceritanya tentang apa ?”
Narator : Makanya… Kan sudah kubilang … BAK Seorang Cinderella”
TAMAT

0 komentar:

Posting Komentar

 
;